Rabu, 20 Oktober 2010

Nelayan Jaring Apung Bengawan Donan (Kutawaru-cilacap)

Ditempatkan di lokasi KKN yang merupakan daerah remove area seperti kelurahan kutawaru, mengajariku menjadi seseorang yang lebih bersyukur. Beranekaragam dan bermacam hal baru saya temukan disini. Untuk sampai ke kelurahan kutawaru saja, kita harus nyebrang menyusuri bengawan donan dari dermaga sederhana yang bernama kali panas (kelurahan donan) dengan menggunakan perahu berukuran sedang. Dalam menyusuri bengawan donan inilah, ada hal baru dari beberapa hal baru yang saya temukan. Dan salah satu hal baru yang dapat menjadi proses pembelajaran bagi saya, adalah Nelayan jaring apung sekitar bengawan donan yang sering saya lihat di perairan bengawan donan, ketika nyebrang menuju kutawaru.
Ditengah luasnya bengawan donan yang kadang begitu deras arusnya, dikelilingi dengan beton-beton kerajaan pertamina yang mewah dengan segala atributnya yang berdiri kokoh disepanjang bengawan donan, kapal-kapal big Holcim yang bersliweran dengan klakson suara tingkat tingginya, seakan-akan tak mematahkan semangat para nelayan jaring apung. Nelayan jaring apung yang terlalu kecil dibanding dengan kerajaan pertamina dengan armada kapal lautnya yang super besar atau dengan kapal big Holcim yang kadang membawa muatan yang begitu besar.
Dengan perahu sederhana, tanpa mesin dan dilengkapi dengan jaring yang serba sederhana tanpa tutup perahu yang melindunginya dari air hujan ataupun teriknya sinar matahari. Mereka berusaha mencari ikan yang merupakan aset berharga (dalam persepsi) mereka. Ditengah bengawan donan yang begitu besar, mereka mempunyai harapan, agar mendapat hasil tangkapan yang besar pula. Apa adanya dan berkerja kelas, adalah gambaran yang tampak ketika saya melihat kegiatan mereka dalam menagkap ikan, ditengah bengawan donan yang terkadang tak bersahabat dengan mereka. Apa adanya dalam segala peralatan yang dimiliki, tanpa sebuah peralatan modern yang melekat pada perahunya, mereka gigih dalam mencari ikan. Pernah pada suatu waktu, ketika saya nyebrang dan ditengah perjalanan, hujan turun dengan begitu deras. Terlihat nelayan jaring apung, bekerja keras untuk mempertahankan perahunya agar tidak terbanjiri dengan air hujan, yaitu dengan cara membuang air hujan yang ada pada perahunya dengan menggunakan semacam gayung sederhana. Miris, dan hanya doa yang bisa saya bantu, ditengah keterbatasan saya sebagai manusia biasa, yang hanya bisa melihat tanpa berbuat apa-apa. Nelayan jaring apung yang berjuang demi beberapa lembar rupiah, yang mungkin tak ternilai harganya bagi seorang pejabat yang duduk nyaman di singgasana kekuasaannya.
Walau kita tahu, bahwa menggunakan jaring apung merupakan cara penangkapan yang sudah dilarang oleh pemerintah melalui segala regulasinya, namun saya tidak melihat pada persepsi itu. saya melihat hanya pada persepsi tentang sebuah kerja keras yang tak kenal lelah, meskipun dengan kondisi yang sangat sederhana dan tampak apa adanya. Setidaknya ada sudut pandang lain, bahwa ada suatu nilai posistif yang bisa kita pelajari dari semangat dan kerjakeras para nelayan jaring apung di perairan donan (kutawaru).

BASA-BASI TENTANG KKN UNSOED

KKN atau kuliah kerja nyata adalah salah satu mata kuliah wajib yang harus di ambil oleh tiap mahasiswa S1 dari semua fakultas di kampus saya (Unsoed), bila mahasiswa telah memenuhi 110 sks, maka dia telah berhak untuk mengambil makul KKN. Dengan 3 sks makul KKN inilah, kita nantinya akan ditempatkan di masyarakat selama 35 hari untuk belajar bersama dengan masyarakat dan mengenal berbagai macam tingkah dan esensi kehidupan yang sebenarnya, yang jarang atau hampir tidak bisa kita temukan di bangku perkuliahan atau di lingkungan kampus.
Tema KKN pada tiap-tiap semester biasanya berbeda antara semester genap dengan semester ganjil, tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) selaku pihak yang punya hajat dalam kegiatan KKN ini. Ada beberapa tema dalam KKN unsoed, antara lain KKN tentang PBA atau Pemberantasan Buta Aksara, ada KKU atau Kuliah Kerja Usaha, atau yang paling tenar dan menjadi tema KKN pada beberapa tahun ini adalah KKN Posdaya. Dan kebetulan saya termasuk dalam KKN Posdaya yang dilaksanakan pada 22 juli-24 agustus 2010.
Sebelum kita diterjunkan di masyarakat selama 35 hari untuk melaksanakan KKN yang sesungguhnya, kita akan diberi semacam pembekalan oleh pihak LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat), pembekalan dibagi ke dalam dua tahap, yaitu pembekalan proses yang berisi tentang apa dan bagaimana KKN, sedangkan pembekalan isi lebih mengarah kepada teknis kegiatan KKN itu. pembekalan proses dilaksanakan jauh hari sebelum kegiatan KKN dimulai (1,5 bulan sebelum kegiatan), dan pembekalan isi baru dilakukan H-7 sebelum pemberangkatan mahasiswa ke lokasi KKN. Pada pembekalan isi, nantinya kita akan tahu tentang lokasi tempat KKN kita, anggota kelompok kita, pemilihan para kormades, kormacam, dan lainnya.
Kormades (koordinator mahasiswa desa) adalah mereka-mereka yang ditunjuk sebagai ketua kelompok, pada tiap-tiap desa lokasi KKN, atau menurut saya kormades hanya wali dalam sebuah kelompok, dan bukan sebagai seorang ketua, biasa jabatan kormades disandang oleh laki-laki ketimbang perempuan, karena mungkin tigas kormades memakan banyak tenaga dan harus siap sedia ketika ada beberapa permasalahan yang harus diselesaikan, sehingga mungkin kaum laki-laki lah yang pas untuk menyandang jabatan ini, meskipun tidak menutup kemungkinan perempuan juga bisa untuk menjad kormades. Setingkat di atas kormades ada kormacam yang tugasnya adalah sebagai kordinator kelompok KKN satu kecamatan, dan setelah itu ada kormakab yang merupakan kordiantor mahasiswa satu kabupaten. Bila melihat jabatan-jabatan tersebut, tugas kormades lah yang menurut saya paling banyak tugas dan mempunyai peran penting terhadap jalannya kegiatan pada lokasi KKN, ketimbang kormacam dan kormakab. Jabatan-jabata kormades, kormacam, dan kormakab adalah jabatan yang bersifat kordinasi saja, dan bukan jabatan yang bersifat bottom up atau memerintah layaknya camat memerintah lurahnya. Artinya bahwa kormacam hanya sebagai media komunikasi dan menjebatani kordinasi kormades tiap-tiap kelompok pada lingkup kecamatan.
Mungkin itu saja sedikit basa-basi yang memang sudah terlalu basi dan terlalu sedikit untuk dibaca, walaupun basi semoga bisa bermanfaat bagi yang membacanya ………

Kisah Mbah Bejo Dalam “Drama Pembuatan KK” di Kantor Kecamatan Duyungdayani

Alkisah pada suatu hari di pagi yang cerah menjelang siang hari di sebuah Kecamatan yang bernama “kecamatan duyungdayani”, datanglah seorang kakek tua seorang diri untuk masuk ke dalam kecamatan tersebut. Kakek tua yang lanjut usia ini berumur sekitar 67 tahunan dan dia biasa di panggil dengan sebutan “mbah bejo”. Kedatangan mbah bejo ke Kecamatan Duyungdayani merupakan kedatangannya yang kesekian kalinya semenjak dia membuat KTP seumur hidup pada enam tahun yang lalu. Sebenanya dia sangat terasa malas dan sangat sungkan sekali untuk datang kembali pada kantor Kecamatan Duyungdayani ini.
Masih teringat dengan jelas dalam ingatannya ketika 6 tahun lalu dia harus mengikuti “instruksi pemerintah” yang dia dengarkan melalui radio di rumahnya. Bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia yang berusia lebih dari 60 tahun harus membuat KTP seumur hidup. Dan sebagai warga negara yang baik dan taat pada pemerintah, mbah bejo pun mengambil inisiatif untuk membuat KTP Seumur hidup yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah waktu itu. Namun apa yang terjadi, Ketika mengurus KTP seumur hidup di Kecamatan Duyungdayani tersebut? ternyata dalam proses pembuatan KTP seumur hidup itu, dia harus duduk menunggu selama 3 jam yang diselingi dengan olahraga jalan kaki ringan dengan mondar-mandir keluar masuk kantor kecamatan untuk fotocopy berkas dan pada sepenggal bagian akhir babak “drama pembuatan KTP” ini di tutup dengan adegan cerita penarikan pungli oleh pegawai kecamatan dengan dalih “uang administrasi”, padahal uang yang di bayarkan kepada birokrat kecamatan tersebut adalah uang terakhir yang ada di isi dompetnya kala itu.
Kini dia di hadapkan kembali dalam sebuah babak baru yang menuntutnya untuk kembali berhadapan dengan para “birokrat’’ Kecamatan Duyungdayani yang enam tahun lalu telah membuat dia sakit hati. Bukan “drama pembuatan KTP” lagi yang akan dia mainkan di kantor kecamatan ini. Namun permasalahan lain yang membuat dia harus “menjenguk” kembali para birokrat Kecamatan Duyungdayani ini, yaitu karena KK (Kartu Keluarga) miliknya yang hilang entah kemana, dan berharap untuk dapat memperoleh KK yang baru.
Tidak jauh berbeda dengan keadaan enam tahun yang lalu ketika dia mengurus KTP seumur hidupnya. Kondisi ruang pelayanan pembuatan KTP dan sejenisnya pada Kecamatan Duyungdayani ternyata masih sama seperti yang dulu (enam tahun lalu), tidak ada perubahan yang terlalu mencolok dan berarti. Dari mulai cara pelayanannya yang menggunakan nomor antrian yang kemudian nomor antri tersebut diletakkan di depan petugas yang melayani pembuatan KTP dan kemudian dilanjutkan dengan aktivitas “menunggu” untuk di panggil nomor antriannya, serta pelayanan pembuatan KTP dan sejenisnya yang hanya dilayani oleh dua petugas saja yang dituntut untuk melayani segala jenis kepentingan pelayanan (pembuatan KTP, KK, ijin usaha, ijin pembuatan bangunan) sampai pada tata ruang seperti loket, letak tempat duduk, papan pengumuman, bahkan letak kipas angin yang hampir sama persis saat enam tahun lalu ketika mbah bejo mengurus KTP, atau dengan kata lain, tidak ada perubahan yang terlalu signifikan. Misal ada yang berubah mungkin hanya pergantian pegawai yang melayaninya saja, dahulu pegawai yang melayaninya merupakan wanita setengah baya dengan umur kira-kira 45 tahunan dengan sorot mata yang tajam bagaikan polisi yang akan mengintrogasi penjahat dan dengan mulut yang “hemat” dalam mengeluarkan kata-kata sehingga terkesan kaku dan sangat tidak bersahabat, dan sekarang yang wanita tengah baya tersebut rupanya tidak ada lagi dan tergantikan oleh wanita muda yang berumur sekitar 27 tahunan sebagai pegawai di loket tersebut.
Ketika memasuki ruang pelayanan di kecamatan tersebut, sungguh kaget dirinya, ketika melihat ruang tempat duduk yang telah di penuhi oleh beberapa manusia yang nampak kesal dan tidak sabar bila dilihat dari raut wajah mereka (mungkin bosan terlalu lama menunggu nomor antrian yang tak kunjung di panggil juga). Bermacam-macam latar belakang yang mengharuskan orang-orang ini untuk datang dan kemudian berurusan dengan para birokrat kecamatan duyungdayani, mulai dari remaja yang masih memakai seragam putih abu-abu (biasanya mengurus pembuatan KTP pertamanya), ibu-ibu hingga bapak-bapak, dan tak ketinggalan pula mbah bejo sendiri sebagai lakon utama dalam drama ini yang kembali berurusan dengan birokrat Kecamatan Duyungdayani dikarenakan KK yang dia miliki hilang entah kemana.
Mbah bejo pun, memilih tempat duduk kosong di pojok sebelah kanan pintu dan itu merupakan celah kecil yang dia bisa duduki sambil menunggu untuk dipanggil nomor antriannya, ditengah ramainya manusia yang berharap dapat segera keluar dari ruangan tersebut. Dalam hatinya, dia teringat anak satu-satunya yang sekarang telah pergi meninggalkannya untuk mengadu nasib ke luar pulau, gara-gara di desanya sendiri sangat sedikit lapangan pekerjaan yang tersedia.
“bila Bowo ada di rumah mungkin dia yang aku suruh untuk mengurus hal-hal semacam ini, namun sekarang dia berada di Sulawesi sebagai buruh pabrik sepatu”, katanya dalam hati. Sembari menunggu nomor antrian.
Tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda dari samping tempat duduknya,
“mau ngurus apa ya pak?” kata pemuda tadi dengan ramahnya diselingi senyum kepada mbah bejo.
“ini mas, mau ngurus buat KK baru, soalnya KK yang lama kemarin hilang” jawab mbah bejo dengan nada ramah pula.
“lha, mas nya mau ngapain datang ke sini?”, Tanya balik mbah bejo kepada pemuda yang ada di sampingnya tersebut .
“saya ke sini mau ngurus surat ijin penelitian buat tugas kuliah pa, tapi ya kaya gini super lama banget buat ngurus kaya gini saja”, jawab dengan muka kesal
“wah, sudah biasa mas, kalo kaya begitu, jangan heran dan nda usah kaget pula”
“dulu juga saya pernah ngurus KTP seumur hidup harus duduk kaya begini sampai 3 jam lebih kok mas”, “mas nya sendiri, sudah berapa lama nunggu ?” kata mbah bejo kembali
“saya nunggu sudah dari 2 setengah jam yang lalu pak”, “padahal cuma nunggu surat buat di stempel dan legalisir saja, tapi kok rasanya kaya nunggu orang yang lagi mbatik”, kata pemuda tsb dengan tawa yang renyah.
“dan sudah saya taruh surat ini dari seminggu yang lalu, lalu kata pegawainya hari ini bisa langsung di ambil dan nda perlu nunggu lagi”
“tapi ya gini, ternyata nda bisa langsung di ambil seperti kata pegawainya kemarin, tetep aja di suruh nunggu, alasannya belum di cap dan di stempel” sambung pemuda itu, yang seakan-akan curhat kepada mbah bejo tentang buruknya pelayanan yang ada pada kecamatan duyungdayani.
“bapaknya kok sendirian, kenapa nda di anter sama anaknya saja” sambung pemuda tadi.
“anak saya satu-satunya merantau ke luar pulau mas, jadi terpaksa saya sendiri yang harus ngurus surat-surat kaya beginian, aslinya ya saya males dan sungkan harus datang ke sini” jawab mbah bejo, sembari menonton televisi yang memang telah di sediakan di kantor kecamatan tersebut.
Tidak lama kemudian, akhirnya pemuda tadi di panggil oleh pegawai kecamatan yang keluar dari ruangan yang lain, sembari membawa amplop yang berisi surat ijin penelitian yang telah lama ia tunggu. Setelah selesai menemui pegawai tersebut, dengan segera pemuda tadi pergi meninggalkan ruang pelayanan tersebut. Dan kemudian tal lupa dia berpamitan kepada mbah bejo ketika akan keluar dari kantor pelayanan KTP tersebut.
Dua puluh menit menunggu, akhirnya nomor antrian mbah bejo di panggil oleh pegawai Kecamatan Duyungdayani. Langsung saja kemudian mbah bejo menuju loket yang memang telah disediakan,
“selamat pagi bapak”
“ada yang bisa kami bantu?” dengan nada ramah pegawai kecamatan tersebut bertanya kepada mbah bejo.
“ ini mba, saya mau buat KK baru, dikarenakan KK yang lama hilang”, jawab mbah bejo, sembari mengulurkan stopmap yang berisikan surat-surat pengantar yang notabene mempunyai rentetan sejarah panjang dalam proses pengurusannya. Dari mulai tingkat RT kemudian RW dan dilanjutkan ke kelurahan plus ada uang administrasi pula.
Pegawai itu kemudian memeriksa dan mengecek stopmap yang dibawa mbah bejo dengan teliti dan seksama. Selang beberapa menit kemudian Pegawai kecamatan itu kemudian berkata kepada mbah bejo yang dari tadi menunggu sambil berdiri di depan loket tersebut,
“maaf pak, surat yang ada di stopmap ini kurang memenuhi syarat yang ada untuk pembuatan KK pengganti bapak yang hilang”
“harusnya sebelum datang ke sini (kecamatan), setelah ngurus surat pengantar dari kelurahan, bapak harus ke polsek setempat dulu untuk meminta surat kehilangan KK, baru bapak datang kesini dengan membawa surat tanda kehilangan yang di berikan oleh polsek tersebut disertai dengan surat-surat yang ada dalam stopmap ini”
“sehingga tanpa surat kehilangan dari polsek tersebut, kami tidak dapat untuk membuatkan KK pengganti yang hilang tersebut” kata pegawai kecamatan kepada mbah bejo.
Dengan hati yang kesal karena sekian lama menunggu ditambah harus pula harus ke polsek untuk mengurus surat kehilangan, maka mbah bejo pun menjawab dengan nada kesal terhadap pegawai kecamatan tadi,
“begini ya mba, saya dari kemarin ngurus surat pengantar untuk sampai ke kecamatan ini butuh tenaga dan waktu panjang, dari mulai ke RT-RW dan kemudian ke kelurahan”, “masa saya harus ke polsek juga untuk ngurus surat keterangan telah kehilangan KK?” jawab mbah bejo dengan disertai raut wajah yang sangat kecewa dan dengan pemandangan wajah lugunya.
“tapi ya seperti itu pak. Alur dan tahapan pengurusan untuk pembuatan KK pengganti yang telah hilang”, “kalau tidak seperti itu, ya .. maaf kami tidak bisa melayani bapak untuk membuatkan KK yang baru” kata pegawai kecamatan tersebut.
“uhw, berarti saya harus ke polsek dulu untuk membuat surat pernyataan kehilangan kemudian kembali lagi ke sini?” Tanya mbah bejo
“iya pak, seperti itu, silahkan bapaknya ke polsek dulu, baru nanti ke sini lagi dengan melampirkan surat pernyataan kehilangan tersebut”, jawab pegawai kecamatan.
Dengan hati kesal dan perasaan yang tak karuan, akhirnya mbah bejo pergi meninggalkan kantor Kecamatan Duyungdayani untuk kemudian pergi menuju Polsek Duyungdayani dengan tujuan untuk memperoleh surat keterangan kehilangan KK yang ternyata merupakan salah satu syarat dalam pembuatan KK pengganti yang hilang.
Singkat cerita, mbah bejo telah berhasil untuk membuat surat keterangan kehilangan KK di Polsek Duyungdayani dan kemudian mbah bejo kembali lagi ke Kecamatan Duyungdayani untuk segera menyelesaikan pembuatan KK baru.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, keadaaan ruang pelayanan di kecamatan agaknya sudah terihat lengang dan tidak begitu ramai. Hanya terlihat dua orang yang sedang mengobrol sembari menunggu nama mereka untuk dipanggil oleh pegawai kecamatan. Karena suasana yang agak lengan itu, kemudian mbah bejo langsung saja untuk menuju loket pelayanan tanpa perlu mengambil nomor antrian, terlihat pegawai yang berada di loket pelayanan ternyata berbeda dengan yang tadi pagi menyuruhnya untuk mengurus surat kehilangan di polsek duyungdayani.
“permisi mba” kata mbah bejo kepada pegawai kecamatan yang terlihat sedang sibuk merapikan surat-surat yang ada di loket pelayanan.
“iya bapak, ada yang bisa di bantu” jawab pegawai kecamatan sembari merapikan surat-surat tersebut.
“saya mau buat KK baru, karena KK yang lama punya keluarga saya hilang entah kemana”, kata mbah bejo yang kemudian disusul dengan menjulurkan stopmap yang berisi surat pengantar plus surat keterangan kehilangan dari polsek yang baru saja dia buat kepada pegawai kecamatan tersebut.
Pegawai kecamatan itu pun memeriksa dan melihat-lihat dengan penuh seksama stopmap yang dijulurkan mbah bejo tadi. Dan selang beberapa menit kemudian petugas kecamatan tersebut berkata kepada mbah bejo,
“persyaratan untuk membuat KK pengganti yang hilang sudah lengkap pak, tapi mungkin bisa jadi sekitar tiga hari kemudian”, “jadi bapak hari kamis besok bisa datang kesini untuk mengambil KK yang baru”, kata pegawai kecamatan sambil menyerahkan surat tanda pengambilan KK.
“jangan lupa nanti kalau mau ngambil KK nya, bawa surat ini untuk ditujukkan kepada pegawai yang bertugas besok” tambah pegawai kacamatan.
“o.. kaya gitu thoh, ya sudah mas, terimakasih banyak atas bantuannya”, “kamis besok saya datang lagi kemari”, jawab mbah bejo dengan leganya sembari dia meninggalkan ruang pelayanan kecamatan yang sudah terlihat sepi.
Tiga hari kemudian,
Hari menjelang siang ketika Mbah bejo datang kembali ke Kecamatan Duyungdayani untuk mengambil KK yang harapannya telah jadi dan tinggal di ambil, tanpa perlu untuk menunggu segala “thethek bhengek” yang ada. Mbah bejo pun langsung menuju loket pelayanan sembari mengeluarkan surat pengambilan KK yang terlihat lusuh dan kucel karena ia kantongi di saku belakang celananya.
”ada yang bisa saya bantu?” Tanya pegawai kecamatan seperti biasanya
“ini mas, saya mau ambil KK yang katanya jadi hari ini”, jawab mbah bejo dengan menyodorkan surat pengambilan tersebut kepada pegawai kecamatan.
“bapaknya nunggu dulu ya, karena KK bapak baru selesai di cetak tadi pagi dan belum di tandatangani oleh bapak camat”, “silahkan bapak duduk dulu, nanti kalau sudah selesai di legalisir nanti bapak saya panggil”, kata pegawai kecamatan tersebut.
dua jam kemudian,
“subejo”
“bapak subejo”, suara dari loket pelayanan
“bapak subejo” terdengar nada agak keras dari loket pelayanan.
“pak..pak… bangun.. bangun….” kata salah seorang ibu yang membangunkan mbah bejo
“iya.. iya, ada apa mba?” kata mbah bejo sembari mengucek-ngucek matanya.
“kayaknya nama bapak kayaknya di panggil untuk menuju loket pelayanan” kata ibu terlihat iba melihat mbah bejo.
“uhw, terimakasih mba”, “saya sampai ketiduran gini, gara-gara terlalu lama menunggu panggilan”, ucap mbah bejo.
Seketika mbah bejo langsung menuju loket pelayanan untuk mengambil KK yang merupakan Hak-nya sebagai warga negara untuk memperoleh Kartu (KK) tersebut.
“maaf pak, lama menunggu ya”, “soalnya bapak camat baru saja datang ke kantor tadi” kata pegawai Kecamatan Duyungdayani dengan ramahnya dan seperti terlihat tidak bersalah sembari menyodorkan KK milik mbah bejo yang sudah jadi.
“nda apa-apa mas, sudah biasa kaya begini kok”, “jadi ya sudah nda kaget”, kata mbah bejo terlihat kesal dan dengan mata yang agak merah karena ketiduran tadi, dan kemudian menerima KK yang disodorkan oleh pegawai kecamatan tadi.
“uang administrasinya pak, seikhlas bapak saja”, celetuk pegawai kecamatan dengan nada agak guyon.
Setelah membayar “uang administrasi” langsung saja mbah bejo meninggalkan kantor Kecamatan duyungdayani dengan menenteng KK yang dari minggu lalu telah ia perjuangkan. Dengan hati yang legowo pula mbah bejo kembali mendapatkan pengalaman yang berharga dengan para birokrat negeri ini khususnya Kecamatan Duyungdayani. Dan berakhir pula kisah “drama pembuatan KK” yang di alami mbah bejo sebagai lakon utamanya.

“nama dan letak tempat merupakan fiktif belaka”